Ahok

Pilpres tahun 2014 sudah usai. Kita pun tahu pemenangnya: Jokowi-Jk dengan jargon Nawacita. Tapi keriuhan pasca pilpes tidak pudar. Kegaduhan antara kubu pendukung Jokowi dan yang kontra, tidak menunjukkan tanda-tanda surut. Yang satu bangga akan prestasi pemerintahan Jokowi, yang satu lainnya senantiasa menunjukkan kegagalannya. Tidak ada titik temu. Dan kini kita, setidaknya saya, harus bersiap lagi menghadapi situasi yang hampir sama: pilkada Gubernur Jakarta.

Tapi Jakarta adalah etalase Indonesia. Pemberitaan di Jakarta akan menjadi berita yang menyebar ke pelosok-pelosok kampung. Data kita tahu, pemenang pilkada Jakarta bisa menjadi batu loncatan untuk nyapres–dan menang. Bagi partai politik, pilkada Jakarta sebagai ajang mengukur kekuatan yang dilihat dari kacamata rakyat: buat apa?

Namun semarak kampanye sudah mulai terasa sesak di dunia maya. Misalnya beberapa waktu lalu muncul foto tiga orang gadis berkrudung membawa kertas bertuliskan, “Saya Muslim Saya Dukung Ahok”.

Bagi satu pihak, mungkin kubu kontra Ahok, foto itu menunjukkan kelicikan. Wanita di dalam foto tersebut katanya beragama nasrani yang menyamar menjadi muslimah dan menyatakan dukungan pada Ahok.

Tapi tak lama wanita yang berada di foto tersebut konfirmasi memberi bantahan. Ia beragama Islam dan memang wanita berkrudung biru dalam foto itu adalah dirinya.

Mana info yang benar? Siapa fitnah siapa? Entahlah. Kejadian tersebut hampir sama dengan pilpres lalu. Jokowi dikatakan dibekingi 9 Taipan China! Jokowi adalah boneka dari pimpinan partai. Benarkah? Bisa jadi. Waktu pula yang menjawabnya.

Pertarungan menuju DKI 1 masih dalam tahap pemanasan. Maka kegaduhan tampaknya belum usai dan akan makin masif. Hanya saja, anda tahu, kegaduhan yang berlarut-larut membawa kebosanan dan keapatisan. []peta

fitnah ahok
sumber foto : facebook

Jangan (anti) Golput

Detik-detik menjelang pemilu legislatif pada tanggal 9 April besok dan Presiden pada 9 Juli nanti. Sedangkan semenjak tanggal 6 April, telah memasuki hari tenang artinya para partai politik (parpol) peserta pemilu tidak diperkenankan untuk melakukan tindak kampanye dalam bentuk apapun mulai dari menyebar brosur, menempel poster, mengibarkan bendera, memasang spanduk, atau tampil di TV baik sebagai pemain sinetron dadakan maupun menebar janji manis di tayangan iklan.

Akhirnya kita bisa sedikit bernafas lega, setelah sebulan terakhir ini disesakkan oleh persaingan sengit antar partai dan para caleg. Misalkan saja, semrawutnya poster caleg yang mudah kita temui di perempatan jalan, di kuburan, pohon yang rindang, atau tiang listrik, hampir tidak ada yang tidak tertempel poster caleg, dan jaraknya pun sangat rapat, entah dalam radius 10 langkah kaki sudah berapa poster caleg yang bisa anda dapat. Meski memasuki hari tenang, harap maklum jika anda masih berpapasan dengan atribut kampanye, kalau tidak bandel bukan caleg namanya.
Read More »

Calegku Sayang

Tinggal 3 hari lagi menuju pemilu untuk memilih calon legislatif (caleg) dan hari ini, 5 April, hari terakhir bagi partai politik termasuk caleg untuk berkampanye. Artinya tidak ada lagi bunyi berisik para caleg mengumbar janji manisnya, tidak boleh konvoi keliling kota bak jalan miliknya, dan yah jalanan akan bebas dari baliho, bendera, spanduk, serta poster caleg yang narsis itu. *horee*

Oh iya saya ingatkan tulisan ini bukan bermaksud untuk mengulas tuntas salah seorang caleg atau beberapa ekor caleg, tapi sebagai bentuk terima kasih saya kepada para caleg yang telah menyisihkan waktu, pikiran, tenaga, dan uang untuk bagaimana membuat poster yang sekreatif mungkin kalau bisa segokil mungkin supaya mudah diingat, memikirkan letak yang strategis menempatkan poster apa di kuburan, perempatan jalan, atau menutupi gambar poster caleg lainnya.

Saya bisa saja menulis tentang sepak terjang seorang caleg atau sebuah partai, baik itu noda hitam yang pernah dilakukan maupun prestasi membanggakan yang pernah ditorehkan. Tapi tulisan tersebut mungkin tidak bisa obyektif. Dan anda pasti akan menyebut saya sebagai pembenci partai si anu dan pendukung partai itu. Benar-benar sangat sensitif.

Misalkan saja, saya sedang melakukan salam metal, eh dikira lagi kampanye supaya mendukung partai nomer urut sepuluh. Lagi memakai kaos merah, dikira pro partai yang moncongnya putih. Pakai kemeja warna biru, disangka simpatisan partai berlambang mobil sedan. Sensitif bukan! *trust me*
Read More »