Postingan beberapa teman blogger tidak jauh dari bau-bau resolusi. Hal wajar karena ini masih awal tahun 2016. Menulis resolusi, artinya membuat pernyataan tertulis akan harapan yang hendak dicapai, setidaknya untuk satu tahun kedepan. Kadang harapan menjadi begitu penting karena, anda tahu, harapan adalah bahan bakar hidup. Karena sebuah harapan, seseorang mempunyai alasan untuk hidup.
Ada berbagai macam resolusi yang saya baca, mulai dari yang simple sampai rumit: bersikap ramah, murah tersenyum, segera meminta maaf jika punya salah, membuang sampah di tempatnya, mematikan smartphone jika sedang bersama teman, menikah, ingin menguasai bahasa asing sehingga bisa kuliah di eropa, dan lain sebagainya. Saya kira itu resolusi yang bagus.
Bagaimana dengan resolusi saya? terus terang saya belum memikirkannya. Saya pikir resolusi tahun kemarin masih bolong-bolong. Maka saya akan melanjutkan resolusi tahun sebelumnya: tiap bulan khatam baca al qur’an, belajar bahasa arab, tiap hari meluangkan untuk olahraga, perbanyak shalat malam, perbanyak sedekah, tiap bulan khatam satu buku.
Terkait resolusi satu bulan satu buku (sedikit banget ya?), saya punya catatan sendiri. Kuantitas membaca saya berkurang, tapi kuantitas jumlah buku bertambah. Memang tiap bulan saya menganggarkan untuk membeli buku. Dari uang gaji, saya punya kuasa untuk membeli buku yang saya suka. Celakanya, buku-buku yang saya beli itu sampai saat ini belum saya baca. Tapi itu bukan masalah besar, menumpuk buku bukanlah kejahatan melainkan investasi.
Maka resolusi tahun 2016: menghabiskan semua buku yang dibeli. Itu kalau saya masih belum “dipanggil”. Justru ini yang kemudian mengusik saya beberapa hari ini. Kalau saya meninggal, mungkin ngurus saya hal yang mudah. Dimandikan, dikafani, dishalati, dikubur. Saya tidak mempunyai banyak harta, jadi itu bukan masuk persoalan. Yang menjadi kendala adalah buku-buku saya itu. Mau diapakan dan mau dikemanain?
Merepotkan sepertinya, buku saya itu kalau dikarduskan ukuran aqua gelas, setidaknya butuh 5 kardus. Mungkin buku-buku itu akan berakhir di pasar loak. Tapi buku-buku itu direncanakan bukan untuk itu, melainkan tertata rapi di rak buku sebuah perpustakaan.
Maka saya berwasiat: buku-buku saya akan saya wariskan kepada adik perempuan saya. Dia pembaca yang baik, walau bacaannya adalah manga.
Lalu bagaimana dengan anda, apakah anda sudah menulis surat wasiat? []peta
Wah nggak boleh mas pesimis seperti itu. Saya jadi mrinding kalo bicara kematian. Hii….
bukan pesimis ini mah, tapi jaga2.. 🙂
hahaha… saya suka kalimat pembenaran ini “menumpuk buku bukanlah kejahatan melainkan investasi.”
*Jadi ingat buku-buku yang selalu diborong kala berkunjung ke pameran buku, sebagian masih rapi terbungkus plastik
hayya, buku saya jg masih ada yg utuh dg plastiknya..yg satu itu emang malas buat membacanya *ngapain dibeli