Baca Bacalah

Ada sekitar 800 perpustakaan yang ada di Surabaya. Apakah itu menunjukkan bahwa minat baca warga Surabaya sangat tinggi?

Saya tidak tahu, perlu penelitian lebih lanjut untuk itu. Yang pasti, adanya 800 perpustakaan cukup untuk membuat kota Surabaya disebut surganya perpustakaan. Barangkali itu yang menyebabkan kota Surabaya memperoleh penghargaan bergengsi dari dunia internasional, Socrates Award dalam kategori “City of Future” atau Kota Masa Depan.

Terkait minat baca, biasa saya lihat penjual es Dele (sari kedelai) sambil menunggu pembeli menghampiri, dia membaca koran. Memang apa istimewanya? Bukankah istimewa, keuntungan es Dele yang tidak seberapa, tapi penjual itu masih menyisihkan keuntungan untuk membeli koran. Lebih istimewa lagi jika informasi yang ada di koran, menjadi bahan diskusi diantara mereka.

Ok, mungkin saya berlebihan. Siapa yang mau mendiskusikan berita utama di koran yang biasanya terkait kasus korupsi para pejabat. Paling-paling yang mereka diskusikan siapa tim sepak bola yang akan menjadi juara liga, atau berpikir keras menjawab teka-teki silang yang ada di koran.

Saya kira, budaya baca koran merupakan langkah awal mebentuk budaya membaca. Apa yang terjadi jika para tukang becak, tukang penjual sayur, penjual nasi bungkus, es kacang ijo, mie ayam, bakso, atau penjual-penjual lainnya meniru penjual es Dele tadi, sambil menunggu pembeli, membaca koran. Bosan dengan koran, ganti dengan majalah. Bosan dengan majalah, ganti dengan makalah. Tidak suka baca makalah, geser dengan buku!

Tapi, buku itu mahal? Saya akui bagi sebagian orang buku merupakan barang ‘ekslusif’. Karena itu, Anda bisa meminjam buku di perpustakaan. Lagipula, buku-buku yang ada di perpustakaan itu kalau bukan untuk dipinjam, lalu untuk apa?

Saya pikir kita harus menggalakkan minat membaca kepada lapisan masyarakat bawah. Tukang becak misalnya. Dengan membaca, tukang becak itu bisa mempunyai dua dunia, dunia lain dan dunianya sendiri. Dunia lain merupakan dunia rekaan yang ada pada buku. Mungkin setelah membaca buku, tukang becak tadi bisa lebih bersyukur ternyata di dunia ‘lain’ ada yang hidupnya lebih susah ketimbang dirinya. Atau dunia yang dia idam-idamkan selama ini, menjadi orang kaya, tukang becak bisa merasakannya walau itu hanya ada di buku.

Lantas, bagaimana dengan masyarakat level menengah keatas semacam para mahasiswa, PNS, guru, dosen, dokter, engineer, anggota dewan, apa tidak perlu digalakkan juga? Tidak usah. Jika mereka masih punya malu, mereka akan membaca.


Hidup kita, menurut saya, akan lebih indah jika kita membaca buku-buku yang bagus. Sebaliknya, hidup kita menjadi suram, bukan karena membaca buku yang buruk, tapi tidak mau membaca. []

12 thoughts on “Baca Bacalah

  1. kalau baca buku yg buruk, hidup tak hanya menjadi suram,malah bisa edan kita melumat sejadi-jadinya buku2 yg bertentangan dengan akaldan fakta.. πŸ™‚

    pertamax… πŸ˜€

  2. Di kampung tempat saya dibesarkan hanya ada satu perpustakaan milik perusahaan kertas. tapi ntah kenapa perpus itu sekarang jd ekslusif, jadi susah kalo mau baca-baca, klo mau beli terus ya tekor. Habis bernafsu sekali pengen baca ini-itu, jd teralihkan sih dg blogwalking. Hehehe.

  3. Salah satu penyebab kurangnya minat baca masyarakat kita mungkin, ini mungkin lho. Karena masyarakat tersebut belum mendapat manfaat secara nyata dari membaca. Padahal kalau mau membaca manfaatnya bisa luar biasa. Siapapun dia. Dari kalangan manapun juga. Selain itu, kurangnya edukasi dari kecil untuk membaca. Anak diajari untuk bisa menyelesaikan soal, ujian di sekolah. Tapi belum diajari untuk mencipta sesuatu, yang mana kemampuan mencipta itu didapat dari imajinasi. Dan buku adalah sarana terbaik untuk bisa berimajinasi.
    Ah…saya pun masih kurang dalam hal membaca πŸ™‚

  4. Salah satu penyebab kurangnya minat baca masyarakat kita mungkin, ini mungkin lho. Karena masyarakat tersebut belum mendapat manfaat secara nyata dari membaca. Padahal kalau mau membaca manfaatnya bisa luar biasa. Siapapun dia. Dari kalangan manapun juga. Selain itu, kurangnya edukasi dari kecil untuk membaca. Anak diajari untuk bisa menyelesaikan soal, ujian di sekolah. Tapi belum diajari untuk mencipta sesuatu, yang mana kemampuan mencipta itu didapat dari imajinasi. Dan buku adalah sarana terbaik untuk bisa berimajinasi.
    Ah…saya pun masih kurang banyak membaca πŸ™‚

    • Yup, mungkin guru2 yg ada di sekolah jg kurang suka membaca..salah satu problem pendidikan di indonesia.. 😐

Leave a reply to Muri Cancel reply